C.017  Akhir dari Sebuah Permulaan

Angin behembus ke mana pun ia mau tanpa perlu menanti kehadiranmu, memecah kebisuan bagai anggukan dalam diam. Denyut nadimu adalah gumpalan-gumpalan kesia-siaan yang tersebar di seluruh permukaan bumi, menari, terisak, terlupakan. Sehari-harinya aku mengenakan gaun polos dan berjalan kaki ke pasar membeli sayur-mayur, matahari bersinar begitu terang dan aku pun bisa menyaksikan dendam yang terkubur di bawah jalanan berbatu. Anak-anak berkejaran sepulang sekolah, pedagang jajanan pasar berderet di antara jalan dan sungai yang dikeringkan kemarau. Sepertinya aku takkan mampu mengingat rasa yang kukecap, dari kemarin dan hari-hari sebelumnya, melebihi apa yang seharusnya kuingat, sama halnya dengan kenangan-kenanganku tentangmu. 

 

 C.018  29/08/2019/// hari_yang_aneh_untuk_ sore_di_pemakaman

Mengantar ibu ke Pasar Jatinegara, di tengah jalan ibu bertanya, “Tato-tato di badanmu semuanya artinya apa?” Tertawa kecil, terkejut karena ibu bertanya seperti itu, bingung harus menjawab apa karena ibu pasti akan kebingungan bila aku jujur soal arti setiap tato yang ada di badanku. Sorenya aku ke makam kakak untuk bermonolog seperti biasa, sesekali tertawa mengingat apa yang baru saja terjadi serta rencana terdekat pada tanggal 30 besok. Mungkin peryanyaan ibu memang takkan bisa kujawab. Mungkin ibu sedang tak seperti biasanya atau mungkin hal itu adalah kewajaran, atau kitalah anak-anaknya yang aneh, aku adalah rasa sakit itu sendiri.

oleh Feira

 

 C.019  Menulis Fiksi dalam 98 Kata

Menurut KBBI, fiksi adalah cerita rekaan atau pun khayalan.

Aku jatuh cinta pada perempuan bernama Tessa.

Ia perempuan yang manis, ia sebaya denganku, aku suka harum rambutnya, aku suka membacakan puisi-puisiku padanya dan ia pun terharu, aku suka mengajaknya minum coklat panas di cafe sudut-sudut kota sambil membicarakan bagaimana harinya.

2019 adalah tahun kelima kami bersama, tepat pada hari ini, kami berdua akan melangsungkan pernikahan yang akan dilaksanakan di sebuah gereja tua, aku dan dirinya saling berhadapan, bersama seorang pastor tua kami mengucapkan janji sehidup semati yang disambut dengan tepuk tangan meriah.

Namun, kembali lagi ke paragraf pertama

oleh menyembahkucing

 

 C.020  Mesin Saturnus

Sebagai laki-laki, aku makhluk biologis. Bangun tidur, bengong dulu. Apa ya? Gatal, garuk pelir. Apa ya? Bikin kopi, sebat dulu. Apa ya? Mandi. Lupa, harus cukuran. Apa ya? Berangkat. Bawa motor, perlu parkir. Kerja? Duh, Iya. Pulang, mampir dulu? Sampai rumah, bengong lagi.

Sementara perempuan seperti mesin. Bangun tidur, cuci muka, mandi, sholat subuh, nyapu, ke pasar, masak menghidangkan sarapan, buka warung, mengantar anak sekolah, pulang ke rumah, cuci baju, melayani pembeli, jemur baju, makan siang, tutup sebentar, jemput anak, setrika baju, masak makan malam, cuci piring, nonton sebentar, tidur. Besoknya, ulangi.

Aku ingin menjadi mesin seperti perempuan.

oleh Jaladara

 

 C.021  Kamu

Kamu harta yang selalu kupupuk dengan rapih.

Materi yang tidak pernah aku sisih.

Kamu sosok yang selalu kupenuhi dengan kasih.

Perasaan yang tidak pernah aku biarkan bersedih.

Kamu juang yang membuatku kadang terluka.

Manusia yang membuatku kadang berduka.

Jarum yang membuatku kadang menitihkan air mata.

Kamu karakter yang membuatku selalu bertanya.

Figur yang membuatku selalu terpesona.

Lelucon yang membuatku selalu tertawa.

Pemikiran yang membuatku selalu terpana.

Kamu harap yang paling aku panjatkan doa.

Mimpi yang paling aku damba.

Kisah yang paling aku berikan usaha.

Hati yang paling aku jaga.

Cinta yang paling aku cinta.

Sayang yang aku sayang.

oleh Nadala Renada

 

 C.022  Menyeluruhkan Peluruhan

Dalam ganjil, adalah hari dimana aku mengetahui mataku berbicara seperti orang-orang Wobé di Pantai Gading. Ibuku bernama Innana, semasa gadis, dia pernah berbicara dengan batu Rosetta. Batu mengajarinya membuat simpul untuk orang-orang terbunuh. Lalu batu dimakan banjir. Setelah ibu ditakhlukkan oleh ayah, tubuhnya menjadi pengikut dari ketamakan, antipati dan angan-angan. Lalu ibu menyerahkan dirinya kepada badai. Hari ini aku menatapi getar di pegangan pintu, bayang-bayang di ambangnya, dan retak-retak kayu di daunnya. Di hari ini juga, aku melihat ibu disebutuhi oleh seorang buruh, seorang tentara dan seorang ulama. Bersama desahan yang berkejaran, ibu berkata, selamat datang di utopia.

oleh patipadam

 

 C.023  Mencintai Pelacur Manis di Simpang Jalan

Pelacur manis di simpang jalan itu tampaknya seusiaku, hampir setiap malam aku menunggu di seberang simpang jalan hanya untuk melihatnya dari kejauhan. Iya hanya menjadi tempat senang-senang para lelaki bajingan, aku mendengar banyak hal tentangnya; dicekoki miras hingga muntah, digilir dua lelaki sekaligus, sampai yang paling parah, ditinggal kabur sehabis bercinta tanpa dibayar. Aku mencintai pelacur manis di simpang jalan itu, meskipun aku tidak mempunyai keberanian barang sedikit pun untuk menyapanya. Hanya dua hal yang bisa aku lakukan: pertama, mendoakannya agar selalu sehat dan makin banyak yang menggunakan jasanya; kedua, mengkhayalkan dirinya melumat habis bibirku, membuka celanaku, dan… 

oleh menyembahkucing

 

 C.024  Kamis Sore

Angin, angin, dan angin, tak berarah, dengan sejuta lara, dan sejuta nama. Mengikuti riuh bisuku dengan nada yang sama. Segenggam berkas dan kertas-kertas kucengkeram kuat tanpa makna tersembunyi. Sekarang aku sudah tak punya uang. Akan tetapi, itu tak apa, karena tujuanku sudah terpenuhi untuk sekarang. Aku sudah mendapat tempat untuk pria itu, yang masih tetap menyusahkan dari kain morinya. Tempat untuk ia atau mungkin ide tentangnya akan bertapa selamanya. Dikelilingi pohon Kamboja, anak nakal, dan nama-nama. Berdesakan, tapi tidak dengan sebuah urgensi tersendiri. Hanya tenang, diam, menunggu kamis sore minggu ini, atau kamis-kamis sore lain yang pasti datang.

oleh sunanjagadamai

 

 C.025  Kabar

Bukan berarti aku acuh denganmu, hanya saja kau berdiam sedari tadi. Tak juga merebahkan tubuhmu. Tak bergeming meski hanya merubah posisi kakimu yang kutahu sudah kram. Diammu itu, sungguh diam sediam-diamnya diam. Tidakkah kau sadar kita sedang berjauhan? Berkabarlah meski hanya didengar oleh burung, agar ia bisa kicaukan padaku apa yang kau kehendaki. Berkabarlah, meski hanya angin yang menjadi saksimu, biar ia hembuskan kepadaku rasa rindumu. Bukankah kita ini saling mengasihi? Bukankah kita saling memiliki? Atau hanya aku disini yang termakan gengsi untuk terus menunggumu berkabar? Ah benar, hanya aku dan dan egoku sendiri yang sedang bercengkrama disini.

oleh PisauDapur

 

 C.026  Aku harap aku kenal siapapun di pesta ini selama tiga tahun terakhir.

Janet baru sadar arti kata "ideal" saat umur tujuh belas tahun. Saat itu dia berada di pesta perpisahan sekolahnya. Semua berdandan sok dewasa.

Di proyektor, dia melihat kilas balik yang nampak seru: teman-teman yang tidak dia kenal, sorak sorai yang dia tidak pernah ingat dengar, dan lagu-lagu yang dia muak dengar. Sudah pasti, Sheila on 7 dan Project Pop.

Barulah saat layar redup Janet menyaksikan pemandangan yang menghibur. Sekelilingnya berpelukan kecil dan menangis besar.

Sontak kepalanya hampa. Ratusan juta pengalaman memaksa masuk ke dalam jiwanya yang takut.

Janet baru sadar arti kata "ideal" saat umur tujuh belas tahun.

 

oleh Kenalannya Janet

 

 C.027  17072019

Mungkin manusia-manusia penganut neo romantisma lebih cocok berasal dari kelas menengah ke atas di mana kesan puitis dari realitas kematian dengan menyilet tangan dan merendam diri di dalam bak mandi akan terasa lebih dekat. Di kalangan kelas menengah ke bawah, kesemuanya lebih mirip komedi, alih-alih roman atau tragedi. Tidak ada bak mandi estetik untuk membenamkan paru-paru atau untuk diisi air hangat yang akan menjaga siletan pergelangan tangan tetap terbuka. Kalau kau siap dengan kematian yang menyakitkan, konyol, dan menyedihkan, kau bisa membenamkan kepalamu di ember bekas cat 25 kilogram dan memaksa sendiri kepalamu tetap berada di bawah air.

oleh djane

 

 C.028  Setidaknya Bilang, Ren

Sesimpel, “Kamu tidak merasakan hal yang sama seperti laki-laki ini.”

Bangsat, sialan kamu! Kalau kamu tidak menerima petang yang dia berikan, setidaknya jangan jadi malam dong! Malam yang indah tapi sangat dingin dan malah bisa jadi sangat mencekam untuk orang-orang yang nyalinya lemah seperti Joko.

Janganlah kamu permainkan anak bujang ini dengan perasaan aneh yang bisa membuat mukanya memerah senang bukan kepalang lalu satu detik setelahnya mati kelabakan.

Selangnya satu detik lho!

Maksudnya apa?

Sudah baik ia mau dengan wanita hari ini. Mungkin saja kalian bisa bikin anak nanti? Itu pun kalau anaknya belum habis di kamar mandi.

oleh masjoko

 

 C.029  SENSOR

Setelah 18 tahun, aku kembali menonton film di bioskop untuk pertama kalinya.

“Makanlah!” temanku menawari popcorn.

Aku menggelengkan kepala tanpa melihatnya.

Seorang lelaki tua keluar dari lorong gelap. Membubarkan pesta ulang tahun, membenamkan sebilah pisau di bahu seorang gadis kecil.

Kue ulang tahun jatuh ke tanah. Aku tak melihat sebatang lilin pun pada kue itu, hanya seorang sutradara bodoh yang mengabaikannya.

Ibu akan marah jika tahu anaknya menonton film seburuk ini. Persis seperti saat kami menonton pertandingan badminton. Taufik Hidayat dipecundangi pemain Cina pada set pertama. “Besok pagi kita lihat berita kemenangan Indonesia,” ucap Ibu sambil mematikan TV.

oleh Larksdal

 

 C.030  Sampai akhirnya tergeletak

Satu juta detik dalam detak yang mendesak hingga sesak terus beranak pinak dan menjadi budak, muak yang meruak rentetan kotak mendaki puncak kepada pundak yang merambak tak berotak, menuju kulit yang tersamak sampai mengerak dan rusak tanpa jejak. Menggertak, dipersilahkannya secawan arak yang sudi kutenggak dan menggulir setiap babak teruntuk rasa nyenyak dan berontak, membuat setiap awak bergelegak dengan serentak untuk siapapun yang terjebak pijak telapak, membuatku berteriak sampai tersedak tak bisa tegak melebihi euforia taman kanak-kanak, antara tawa terbahak dan tangis terisak dalam lawak sang peternak. Kemudian setumpak perlahan masuk tenggat dan menolak bergerak, sampai akhirnya tergeletak.

oleh komo & belva

 

 C.031  Mutiara Hitam

Jam 6.30 Diman siap-siap untuk menikahi pasangannya. Tepat sesudah membaca tulisan blog di internet, Ia gosok gigi dan cuci muka untuk berangkat. Semua sudah bersiap-siap, seperti biasa, pengantin tidak kunjung datang hingga tengah hari. Diman makan mi ayam sambil istirahat dan tertawa ala kadarnya bersama pak Yoshi, penjuang starling (starbuck keliling) yang biasa berjualan di sekitar situ. Tidak lama kemudian, hadir mas Bandi, ia bercerita tentang kisah pengalaman spiritual yang dia ingat-ingat lagi dari buku misterinya yang sempat dia kumpulkan semasa masih duduk di sekolah dasar. Semuanya terdiam, kecuali mas Bandi sendiri yang dengan lantang bercerita sambil merancap.

oleh mboh sopo

 

 C.032  Bencana dan Tuhan

Aku dan Tuhan bercengkrama di bawah lampu jalan yang kian temaram ditemani sebotol intisari, sebungkus rokok, dan lagu-lagu The Beatles.

Tanpa basa-basi, sambil menghisap rokok pertamaku, aku bertanya, "Tuhan apa alasanmu mendatangkan bencana?"

"Aku mendatangkan bencana bukan karena umatku sudah tidak menyembahku, tapi aku muak melihat umatku merasa paling benar dalam menyembahku, padahal mereka tak tahu apa-apa." Jawabnya sambil menenggak sebotol intisari.

"Lantas adakah yang lebih menyakitkan dari bencana dan kematian?" Kataku sambil meneguk intisari yang tersisa sedikit.

"Hidup lagi, hidup lagi lebih menyakitkan daripada bencana, bahkan daripada kematian." Kata Tuhan sembari menginjak rokok terakhirnya dan melangkah pergi.

oleh menyembahkucing

 

 C.033  Mortuus est

Hari itu nampak berbeda dengan hari sebelumnya. Ia mandi lebih awal dari biasanya, menggunakan sabun dan sampo yang ia beli di warung dekat persimpangan. Ia nampak lebih rapi dengan gaun warna hitam yang telah ia ambil dari penjahit langganannya dua hari sebelumnya. Dengan langkah gontai ia berjalan keluar, menggenggam setangkai bunga yang ia petik dari kebun di belakang pasar. Ia terlihat bimbang melihat orang-orang berkerumun menangis sesegukan, menghabiskan tisu di dekat pintu. Kebimbangan lenyap ketika ia mendapati dirinya tersungkur di atas altar, mencium aroma bunga terbakar. Orang-orang terduduk berjejer rapi menunduk dan menggenggam pisau dengan garpu ditangan masing-masing.

oleh _nndp