C.034  Es Krim Pisang

Aku sangat suka es krim pisang. Aku percaya es krim pisang berasal dari planet lain yang berjarak  ratusan tahun cahaya, dibuat ribuan tahun oleh alien yang menyembahnya pagi dan malam.  Tidak mungkin manusia mampu membuat hal secanggih es krim pisang, manusia hanya bisa membuat kehancuran, kemunduran, dan bohlam. Sebab itulah untuk menyantapnya ada prosedur yang harus dilakukan. Aku harus mandi dahulu selama tiga jam dengan darah menstruasi. Saat menyantapnya, aku harus menggunakan kostum KKK dengan diiringi musik tradisional Mongolia  yang dimainkan langsung oleh Genghis Khan. Tuhan pernah meminta es krim pisang kepadaku, tetapi aku pura-pura tidak mendengarnya.

oleh kuda

 

 C.035  Normal

Aku lebih senang tertawa kalau tidak ada yang melihat. Tidak perlu menjelaskan kenapa sesuatu nampak jenaka. Terlebih ketika yang terlihat adalah jasad yang sudah bernanah.

Itu semua bukan berarti aku sakit. Mereka yang menganggapku tidak sehat pun sesekali bertanya bagaimana kabar. Baik-baik saja aku jawab, toh memang benar.

Kalau tidak baik kenapa juga aku memegang rasa sakit ini sendiri? Kalau tidak baik kenapa juga tempo napasku masih mengekor metronom?

Aku terbangun dari mimpi yang tidak begitu buruk. Bangsat, apa-apa mesti tidak cukup. Kurang jantan, kurang menawan, kurang punya wawasan.

Kalau pun punya sayap, paling manusia tidak sanggup terbang.

oleh Daniel Satrio

 

 C.036  Apa Yang Kalian Harapkan dari Tulisan Yang Ditulis pada Pukul Tiga Pagi?

Tanpa foto keluarga di dinding, tembok dan lantai yang bercorak darah, bapak memasung sang anak lelaki di gudangnya, mayat sang ibu yang diawetkan, sang anak perempuan yang ia jual keperawanannya kepada lelaki hidung belang lalu semua uang yang terkumpul akan ia pakai untuk mabuk-mabukan setiap malam, kadang ia menyewa jablay ke dalam rumahnya, dibuat mabuk, ditelanjangi, disetubuhi dengan kasar lalu setelah benar-benar lelah  ia akan memenggal kepala sang jablay dan menyimpannya dalam lemari yang saat ini sudah berisi tujuh kepala jablay yang lain, setelah lelah melakukan itu semua, ia mencium kening mayat istrinya dan tertidur tanpa beban disampingnya

oleh menyembahkucing

 

 C.037  Linear_01/001/00011

Terhubung, terputus, pertanyaan selanjutnya bukanlah kenapa harus terhubung? Kenapa memangnya kalau tidak terhubung? Pemisahan realitas dan digital; sensasi, semu, nyata, Indra, reifikasi, gambaran, data, kematian dan kebangkitan. Rekaman dalam kepala memutar memori kembali. Muncul, menghilang, muncul, mengilang, mati. Yang aku lihat hanyalah kebingungan saat aku menatap matamu—dan kalimat yang kau tata, kau buat janggal dengan sendirinya seperti, " Tapi maksudku." Aku tidak harus menjelaskannya berulang kali, setidaknya teks yang aku kirim kemarin adalah satu-satunya yang bisa aku sampaikan kepada kekosonganku sendiri. Aku tidak peduli, aku akan menghancurkan cermin yang ada diantara kita berdua. Muncul, menghilang, bangkit kembali

oleh Feira

 

 C.038  Menggapai Perih

Aku harap kita sama-sama baik.
Meski tau hujan masih rintik.
Masih ada pedih yang kita petik.

Kamu sedang apa?

Aku sejenak merindu kita.
Terbayang senyum khasmu tiap kita jumpa.
Entah apa yang membuatmu selalu terlihat bahagia.
Yang jelas, aku rindu saja.

Kamu sudah makan?
Tadi, makanan favoritmu yang aku telan.
Sayangnya, kurang kamu sebagai penghias meja makan.
Aku tidak kesepian.
Aku hanya merasa sedikit sendirian.
Memendam rindu yang berat hati aku simpan.

Kamu tidak istirahat?
Kamu perlu itu agar sehat.
Jangan hanya aku yang diingat.
Nanti kamu merasakan pedih yang mengikat.
Selamat malam, wanita yang selalu aku pahat.

oleh Nadala Renada

 

 C.039  Batu

Tidak seperti kutagara, hutan-hutanmu terlalu berhantu. Cendayam duduk diam di sudut-sudut pintu, menunggu habuan, upeti tanpa altar. Kau tidak akan rindu akan kematian, isolasi, keterasingan, atau kehampaan jika tetap bertapa di atas belukar. Datanglah ke tanah kami. Tempat kemunafikan diselerangkan, rasa takut dinapasi, mimpi buruk mendarah, keputusasaan mendaging. Kau akan utuh sebagai serigala, kesepian, tanpa kawanan, tanpa ladang berburu, tanpa domba-domba. Jangan takut untuk tidak beragama, siapa saja bisa menjadi tuhan, walau bukan kebutuhan. Kami tak akan menyambutmu, tak akan pernah, sebab kami terlalu sibuk mengurapi mayat sendiri, ziarah ke makam sendiri, dan tidak menjadi diri sendiri. Datanglah.

oleh patipadam

 

 C.040  Dari Langit Bermekaran Kekosongan Warna-Warni

Dan corak yang paling cerah bukanlah tubuhnya, tetapi seekor burung, segumpal api dan bulu-bulu indah. Entah siapa yang mengusik sarangnya, ataukah ia memang sengaja mengganggu para pejalan kaki dalam perjalanannya menuju jembatan di utara pasar. Seseorang mungkin telah salah mengiranya sebagai burung tembus cahaya pembawa kabar datangnya kiamat, seorang gadis tanpa wajah yang tak berhenti mencari api. Saat ini aku masih melambaikan tanganku padanya, mengharapkan buih-buih kehidupan abadi yang ada dalam setiap kepakan sayapnya, namun ia telah mati dan tak memiliki ingatan tentang apa-apa lagi. Ia mengisapku menuju kosong di bawah jembatan, mencabik-cabik sekujur tubuhku di siang bolong.

 

 C.041  Cermin

Berdiri di hadapan cermin, serupa mendung berarak menggumpal di atas baris perbukitan nun jauh. Ada cahaya di kedua mataku, terpenjara oleh nama yang diberikan pada tubuhku. Tiga keping uang logam di kantung celanaku dan kuberharap kau akan datang menemuiku. Ada rasa sakit tertinggal dari genggaman yang dahulu mencengkeram lengan tangan kiriku, aku tak mampu melakukan lebih dari apa yang sudah kulakukan. Kita sudah memperoleh waktu-waktu yang kita inginkan, kita sudah berdoa pada pesisir dan bantaran kali, tanpa paksaan, tanpa salah seorang di antara kita, sendirian aku akan melahirkan hantu-hantu di bawah deburan ombak, jauh di tengah laut tenang.