Surah VIII: Keluar mengikuti jalan ini, menuju entah mana yang tak seorang pun tahu. Bakar habis setiap keraguan, menuju ke mana angin berhembus.

Bertemu sebagai senyum, kita adalah senyum yang menelan air mata segala sesuatu. Kita adalah kuning merona, bentang merah serta jingga, belatung bercahaya abadi yang disatukan perjanjian ilahi.



Irama ayunan pucuk cemara dirundung gelisah yang seketika hinggap dan berjingkat menyisiri celah dedahan meninggalkan berkas torehan ritmis yang melelehkan gerimis di atas bongkah-bongkah batu nisan. Kunang-kunang beterbangan di atas genangan darah yang telah menghitam pekat dan melekat di dasar tempayan ingatan tentang beribu-ribu permohonan yang dijejalkan ke dalam sebait doa yang tak kan pernah selesai dilafalkan dengan segenap tubuh dalam laku-laku ritualistik dan tarian katatonik. Ada resah yang melata dari balik luka pada punggung cakrawala yang menitiskan keremangan kepada setiap pasang jiwa yang terpasung dalam senggama. Dan kita mengendap tanpa suara di antara pusara-pusara mimpi yang basah.

G.012 Katatonik

 

Bila kupijak legam aksara pada tepian kelopak mata angin selaras gundah merekam tawamu yang penuh rapuh dan terangkum tirakat gubuk nestapa seakan surai menarikan gelora terkubur di rerumputan yang desirnya mengandung kelabu sebelum rintih kumbang merasuk angin menembus denting jeruji sebingkai kenangan yang melayang dibayangi luka membentuk rembulan setengah pudar yang melolong panjang dan menghujani akar jerami ketika terasa nyeri dan kayu lapuk di batas kuburan atas nama yang menitik sepi tetapi lepas seolah api tanpa lidah melahap setiap tanda yang gagal dipadankan dengan suatu gejala paling akrab antara sebilah belati dan serpihan mega-mega ketika kereta itu berangkat.

G.014 Tanah Tanya

 

Jerit hujan sembunyikan tubuhnya pada sela-sela rumpun aksara yang punahkan cerita sepasang tulang nestapa dalam pendar siniar yang pudar sebelum tabuh rima denyutnya mendesahi subuh waktu selapis laput senyap merayapi benakmu pada fisura lelah yang melekang dalam kubah berteluh birahi serupa jari-jari cakrawala dibelahi detik demi detik yang ringkih tertinggal di pekahan rantau kelopak bualan ranggas menitahkan helai jenama seruan tanya sejuntai imaji tentang palung di lubuk segara yang hilang dalam senda gurau penyelaras kata dengan gemulai upacara pasca tubuh ditatah tunas bertulah seolah kita tak lagi punya nyali menggali pelukan yang lekat dengan peluh dan air mani.

G.015 Tunas Bertulah

 

abu merah terinjak dan padam
katak melambung dari bulan hitam
umpama derap sesumbar depan malam
ke mana rebah tulang kembang jarum
asap tua dikunyah keranda delapan pagi
ubin sepah lantas pergilah mencari
kobarkan dunia yang jeritnya buih keladi
iklan dipasung di dahan neraca saji
tubuhmu semarak getir cemara hujan
alamat warung dikepak peluru setan
kelamin dan anganmu terhimpit zaman
adakah jerit terendap kabung senapan
telah punah setia yang pernah kau tuai
anjing melolong di bibir lembah kosong
kulahap cemas seperti angin padang batu
amuk gelombang seruit nada cemar
terbius dingin yang bebal menebal
adalah detak sunyi yang mengkristal

G.016 Aku Kau Kita Kata-Kata


oleh sejenak berarti

sudah itu mati

↛  


𝗞𝗲𝗹𝘂𝗮𝗿 𝗱𝗲𝗻𝗴𝗮𝗻 𝟵𝟴 𝗞𝗮𝘁𝗮
𝗩𝗼𝗹𝘂𝗺𝗲 𝟬𝟱