Sore sabat mendung teramat mendung, pria kurus mengarut seperti orang yang habis dibunuh dirinya oleh cinta, berkecumik wejangan yang diberikan kakek tua pincang di halte rapuh hanya berapa bus yang singgah, Rupa wajah pria kurus teramat murung, menyimpan dendam kesumat yang amat, Sambil membakar kretek dan matanya tajam ke jendela usang, rintik hujan tetap berada di pelatar rumah kecil dan jarum arloji masih berputar sewajarnya, butuh waktu Menunggu murkanya dendam kesumat itu, Malam mampir dikediamanya dengan tergesa-gesa, tanpa mengucapkan salam sekalipun, pria kurus mulai mengskenariokan untuk membinasakan kecemasan dengan memotong tubuh wanita yang di cintainya menjadi 18 potongan
daedalus merekonstruksi anak lelakinya dan seluruh sumber daya yang pernah kita punya kini menghilang percuma. keberadaan kami sama sekali buruk untuk tulangmu, kami tak pernah bisa menafsirkan kata-kata dan ekspresimu. cobalah tampil awet muda dengan nutrisi dari mayat kami sebelum para pendeta mengorek setiap kebohongan bahasa dari lidahmu.
melompatlah dengan riang seperti anak kecil, melompatlah ke dalam pelukan kecemasan yang sama sekali tak masuk di akal. kenapa kamu-kamu masih di sini? tak ada lagi yang bisa kalian lakukan