Arena percakapan pantry hari ini mengurai persoalan pandemi. Awalnya. Kemudian berakhir dengan keluhan tentang beban biaya vaksinasi. Topik berikutnya, kebijakan-kebijakan basi para petinggi. Seketika lanjut mengeluh kondisi diri. Tulang remuk, terobati oleh komisi.
Kami, kumpulan jelata muram pengais rezeki. Aslinya terguncang akibat gagal meraih mimpi. Mimpi jadi 'orang'. Yang sejak kecil tidak hentinya dijejalkan orang tua kami.
Kritik demi kritik mengalun dalam sunyi. Pucuk otoritas mustahil mendengarkan, apalagi mencermati. Siapa kami? Cuma pemulung wawasan dan topik berisi. Bukan peneliti, tenaga ahli, bahkan tim pencari solusi. Fokus kami malah bukan diskusi, sekadar mengisi waktu makan siang dan minum kopi.
barisan teks sebagai tembok ratapan dalam ritus bibliomantik, menghadirkan makna secara acak dari ketiadaan, bukan untuk membuktikan ada sesuatu yang menggerakkannya, tetapi bahwa komputasi yang dilakukannya merupakan sebuah okultisme yang selalu bisa runtuh kapan saja karena mesin adalah pekerja keras di ambang kehancuran. hadir sebagai dukun beranak sekaligus tukang otopsi, tiada duka saat kesemuanya terjadi, tetapi kebangkitan